Antologi Puisi - Mei 2025

Antologi Puisi - Mei 2025

Bulan ini sangat singkat dan sepi. Kami kehilangan telaga beserta dengan mata airnya. Ada lima puisi yang kami tulis. Berikut adalah kelima itu.


Ashar


engkau tiba

ketika sepenggal bayangan

sama panjang dengan semua yang ada


menjemputku dari kesibukan

yang memalingkanku sepanjang waktu


aku mengabaikan kehadiranmu

menunda bertemu denganmu

dan pura-pura engkau tak pernah memanggil

karena aku mengira

waktu akan memanjang tiba-tiba

bersamaan dengan matahari yang tergelincir

engkau pergi tanpa rasa khawatir


ketika langit-langit menjadi ungu

aku sudah kehilanganmu

dan segala yang aku miliki




~~~

Pesona Anti Rokok


ingin kuhembuskan berkali-kali

asap-asap kretek kering

di wajah mas-mas yang memesona itu


di telinganya

ingin kubisikan

getaran gurih tembakau yang terbakar api


semoga dia panjang umur

karena tak pernah berurusan dengan rokok

semoga aku juga panjang umur

karena memperpanjang hidup rokok


~~~


Dikotomi Asmara


seorang anak muda

dengan ayat-ayat tentang cinta

mengecup kening kekasihnya


satu dunia melihat dan memuji

"wah... mesra sekali kalian berdua"


anak muda yang lain

pergi ke seberang bundaran cibiru

dekat dengan polda

tak jauh dari kampus islam ternama

ia membeli sebotol air

yang cukainya membantu negara


belum habis ia meneguk

satu dunia sudah siap mengutuk

"dasar pemabuk !!!"


satu pemuda bermesraan dengan wanita

satu lagi dengan sebotol kawa-kawa

tetapi dunia

melihatnya dengan kaca mata yang berbeda


~~~


Telaga Winah


aku belum siap kehilanganmu

benar-benar belum


engkau adalah gerimis

yang gemercik airnya

menggelitik pundak dan kepalaku


tak pernah sekalipun

engkau menjadi hujan atau badai

wajahmu tetap teduh dalam setiap cakrawala

hangat dalam setiap malam


kini, ketika engkau sudah tiada

aku dan seluruhku menjadi kering dan tandus

merindukan sederet embun

yang pernah kausajikan di setiap pagi


~~~

Carcinoma Mammae


payudara Ibu

bergelantungan di dadanya

tempat aku tumbuh dan berteduh


ketika aku sudah tidak lagi pantas

untuk menghisap dan merabanya

Ibu semakin tua dan rapuh

lalu, dibawanya dia ke rumah sakit


dari bilik kamar yang hening

ketika Ibu tertidur pulas

dokter mencuri payudaranya

ia mencuri dengan susah payah

dengan jemari yang berdarah-darah


kuteriaki ia maling

tetapi Ibu berterima kasih kepadanya


kini Ibu semakin kurus kering

sama sepertiku waktu kecil

bedanya, Ibu tak lagi punya tempat

untuk tumbuh dan berteduh

~~~


Puisi ditulis oleh Thoriq Al Mahdi








Antologi Puisi - April 2025

Antologi Puisi - April 2025

April hampir begitu panjang. Ia bermula dengan kata maaf yang menggema di mana-mana.

An Introduction to Real Analysis


kita menari-nari di sebuah lapangan
yang begitu rapat dan panjang
melangkah dari nol sampai satu
melihat himpunan cantor berbaris
yang titiknya ada tak hingga
namun panjangnya tidak ada


engkau mengajakku menepi
pada suatu himpunan buka
namun kita tidak pernah sampai
di tepian itu


saat kita mendaki lembah weierstrass
yang begitu curam dan tajam
bola matamu berkedut dan ketakutan
"fungsi ini kontinu,
tetapi tidak pernah terdiferensialkan"


oh lihat itu !!
ekor dari barisan cauchy
kita mengikutinya sejauh mungkin
semakin jauh, semakin dekat
semakin dekat
sampai jemari kita kian melekat

Selamat Hari Buku


engkau menulis banyak hal
di hidup seseorang


meninggalkan luka dan kepedihan
yang kau tak sadari
hal itu pernah terjadi


kalimat-kalimatmu bergentayangan
menghantui ia sepanjang malam
menetap di hidup seseorang yang bisu
yang tak mampu menegur salahmu


halaman-halamannya terus bertambah
menyimpul sebuah buku panjang
yang hanya kau tulis
namun tak pernah kau baca


mungkin dengan sedikit maaf
dapat merubah alur ceritanya
namun sedikit maaf
tidak mengurangi tebal bukunya


sedikit maaf
hanya mengaburkan kata-kata pada halamannya

Selamat Hari Perempuan


aku ingin menjadi seorang perempuan
untuk mengenakan lipstik dan gaun-gaun cantik
meskipun di mata laki-laki
aku tetap kurang menarik


aku ingin menjadi perempuan
untuk merasakan gelisah tak tertahan
ketika melangkah di trotoar malam
sendiri dan gemetar
menunggu cahaya meredam ketakutan


aku ingin menjadi perempuan
agar bisa menjadi saksi abadi
kemesraan antara kapitalisme dan patriarki
yang membelengguku setiap hari


aku ingin menjadi perempuan
agar namaku disebut tiga kali
meskipun aku direndahkan berkali-kali


suaraku dianggap perlawanan
diamku disebut plin-plan
padahal dari rahimku
lahir budaya dan peradaban


aku
tidak bisa menjadi perempuan
sebab tidak punya keberanian
seperti yang dimiliki oleh seorang perempuan

Pergi dan Redup


aku telah berpaling dari matamu
mata yang begitu jahat
yang menjebakku dalam kepalsuan


aku telah meninggalkan senyummu
senyum yang begitu tragis
yang kerap membunuh harapan


ketika wajahmu sudah memudar
aku tidak akan pernah memungutnya lagi


meski di kemudian hari
kita tak sengaja saling bertatap
bukan berarti aku kalah
hanya saja
engkau adalah dunia
yang tak bisa aku sembunyikan
meski mataku terpejam


Izanami


kita bercengkrama
pada tatapan asing
yang mempertemukan kita


dan lalu berpisah
pada tatapan hampa
yang mengasingkan kita

Perjalanan di Bandung


aku menjumpaimu kembali


bersandar pada pundak
yang lebih kuat dariku
berteduh pada suara
yang lebih menerima jeritanmu


dahulu
percakapan kita membanjiri
jalan-jalan hangat seisi bandung


di setiap lampu merah
engkau berbisik tentang wacana rumah
di setiap persimpangan
engkau merangkai hidup dan masa depan
yang sekarang sudah kita lewatkan

Aster & Matahari


aster putih
dipetik di pinggir jalan
daun-daunnya gugur sepanjang jalan
jalan yang tak pernah sampai


matahari
cahayanya memeluk dari jauh
membelai ragu-ragu sebuah raga
raga yang sudah tidak utuh
raga yang hampir runtuh

Hawa


kepada perempuan
yang menjadikan kami hidup di bumi
bagaimana rasanya memahami
surga, Tuhan, dan laki-laki seorang diri?


kepada perempuan
yang dari rahimnya bermula perabadan.
mana yang lebih menyenangkan?
hidup sebagai tulang rusuk Adam
atau ditakdirkan menjadi pewaris kehidupan


kepada perempuan
yang paling awal menerima dosa dan murka Tuhan
tidak usah merasa bersalah
sebab yang demikian
memang sudah tergariskan


engkau adalah Ibu pertama
yang kedua bola matanya menangis dan menganga
menyaksikan kepergian dari anaknya


semoga kita bertemu kembali di surga
memakan buah khuldi
sebanyak-banyaknya
di hadapan Tuhan
yang membawamu ke dunia

Doa di Thaif


aku menatapnya
seorang laki-laki menjinjing kebenaran
memasuki gelap dan tanah penuh kesukaran


belum sempat ia berbagi cahaya
bebatuan menghujani tubuhnya
orang-orang mengusir dan memukuli
ia harus mati sebelum pulang


dalam lorong-lorong
ia dikeroyok oleh yang ia cintai
bertubi-tubi tanpa ampun


sepasang bantuan datang
gunung-gunung siap membela
tetapi ia berdoa
"asalkan Engkau wahai Tuhan,
tidak marah kepadaku,
kuterima segala nasibku di dunia"

Puisi yang Kabur


untuk puisi-puisi yang tak jadi kutulis
maaf telah menyembunyikanmu
dalam rasa khawatir dan takut
yang membuatmu terpendam dalam-dalam


engkau tersusun dengan buru-buru
dengan rasa marah yang tiba-tiba
dan bahagia yang singkat


suatu saat
kembalilah datang
aku akan menulismu lagi
dan berjanji membacamu berkali-kali

Melucuti Kata-Kata


kepada puisi yang sudah terlanjur kutulis
maaf telah memuntahkanmu sembarangan


membiarkanmu telanjang
dan disaksikan banyak orang


engkau tidak perlu pulang
bergentayanganlah dengan terang-terangan


tidak usah malu
jika kosa katamu terlalu baku
tidak usah gelisah
jika diksimu begitu payah


aku menulismu tidak untuk meraih nobel sastra
engkau adalah teman
dan kita sama-sama bisa berbicara


Ingatan yang Tak Pernah Rabun


hari ini
kaca mataku hancur
berkeping dan remuk tak tersisa


dunia begitu samar-samar
aku lupa dengan warna-warna
semua benda kutatap ragu-ragu
aku lupa dengan bentuk-bentuk
segalanya tampak tidak jelas


kecuali wajahmu
bola matamu
senyummu
dan alis kecilmu
yang setiap pikselnya masih kuingat
tersimpan dengan baik
di setiap sel-sel mataku

Akhirnya, Jaenuri Siap Diwisuda


aku mengenalnya sejak maba
banyak tingkah namun tidak memiliki aba-aba
ototnya kekar bertenaga
namun di hadapan perempuan
ia lemah tak berdaya


berbulan-bulan Jaenuri bertarung dengan skripsi
ia hampir mati berkali-kali
tetapi selalu selamat
lagi, lagi, dan lagi


kemarin
Jaenuri dibawa ke rumah sakit
dokter bertanya riwayat penyakit
aku menjawab:
kesurupan dan fanatik Persib


hidupnya dipenuhi oleh tiga hal
Henhen, Timnas, dan Menghina Towel


kini revisinya telah usai
ia siap untuk wisuda
memakai toga
melepasnya
berpisah dengan teman-teman
serta kenangan di dalamnya



Puisi ditulis oleh Thoriq Al Mahdi

Antologi Puisi - Maret 2025

Antologi Puisi - Maret 2025


Kami sangat terlambat menyadari, bahwa seuntai puisi tidak hanya datang dari sepasang perasaan manusia. Ia ada di depan mata, di mana-mana, dan menjelma apa saja. Di bulan ini, ada 16 yang kami tulis, berikut adalah 16 itu.

Konveksi Termal


kita menepi dari angin dan badai
duduk dan saling menatap di sebuah kedai
menceritakan tentang apa yang sudah
dan apa yang belum


sepasang anggur kau pesan
sebelum percakapan kita
hanya diwakili oleh gerak mata
yang diam-diam saling memohon
agar tidak kemana-mana


malam itu
pada akhirnya
kau membiarkan dua hal pergi:
aku, dan kehangatan dalam gelasmu

Fitting Kurva


engkau adalah seuntai kurva
yang diam-diam berusaha kuhampiri
dengan polinom-polinom berderajat
yang kususun sepanjang-panjangnya


semoga doamu tak pernah putus
dan selalu terdiferensialkan di segala orde
agar kita lebih dekat
melekat dengan hangat di sepanjang interval

Wisudalah, Fadli Lebih Suka Tidur


pagi-pagi sekali
seribu seratus sembilan sembilan orang
bercermin anggun dan berdandan rapi
kecuali Fadli
yang sibuk melarikan diri dalam mimpi


satu per satu orang disebut nama
mereka datang dan bertahta toga
kecuali Fadli Febriana
yang bersembunyi seolah tak bernama


semuanya dihadiahi kata-kata
medali, dan bunga-bunga juga mereka terima
sebagai tanda selesai
kerja keras dan usaha


selamat atas perayaan wisuda
kecuali fadli,
selamat atas perpisahanmu
dengan yang kaucinta

Pelaut Amatiran


ketika menatap wajahmu
jiwaku mengucap doa:
bismillahi majreha wa mursaha


seolah di kelopak matamu
samudera terbentang luas
dan lautan terhampar lepas


aku bergegas dan berkemas
menaik bahtera
dan menjadi seorang nahkoda
yang siap mengarungi keujudanmu


air matamu adalah hujan
dan tangisanmu adalah badai
namun ketika terseret gemuruh riaknya
aku tidak akan pernah lompat dari kapal


biarlah aku dan segala yang kubawa
mengalah dan berserah
pada ombak yang kau hembuskan


sebab tenggelam dalam kesedihanmu
adalah kematian yang paling aku tunggu

Cara Memasak Ketan Susu


bersihkan segenggam beras ketan putih
dengan air
yang mata airnya adalah air matamu


tiriskan dalam tempo waktu yang sama panjangnya
dengan keheningan di pertemuan terakhir kita


tuangkan satu sendok garam
segelas santan kelapa
dan sehelai daun pandan
untuk menjadikannya kaya akan rasa
seperti suka dan duka yang telah melewati kisahnya


tanak dengan api yang menyala-nyala
seperti amarah yang hampir memisahkan kita


jika sudah matang,
sajikan dengan susu yang kental.
sekental darah dan luka yang mengasingkan tatapan kita


sesegera mungkin harus dimakan
sebab jika didiamkan terlalu lama
ketan pun akan bertindak sebagai manusia
yang mengeras dan acuh disapa

Orang Payah


kita berdiri di persimpangan
aku melambaikan tangan dengan rapuh
sementara air matamu hampir mendidih


dunia mengutuk perbuatanku
hanya karena tangisanmu lebih kencang


semenjak hari itu
engkau tak berhenti melangkah
berbeda denganku
yang tak sanggup berpindah

Kenaifan Sedang Tutup


kemudian
kutemui seseorang setelah dirimu


banyak hal yang telah kami lalui
membicarankanmu salah satunya


kejahatanmu
keangkuhanmu
sikap egoismu
semuanya kedeskripsikan kepadanya
dengan rapih dan tanpa ampun


satu-satunya hal
yang kurahasiakan
adalah betapa indahnya cinta
yang pernah saling kita berikan

Lalay


Puisi buat Gibran.


dahulu
tidur kami diiringi pupuh kinanti
"budak leutik bisa ngapung..."
kini
hidup kami dibayang-bayangi ironi
"budak leutik bisa jadi wapres."

Mewakili Kehampaan


aku ingin mencuri
harta-harta dunia dan seisinya
dalam gelap
yang Tuhan pun tak mampu melihatnya


aku ingin merampas
hak-hak manusia rapuh
biarlah mereka menderita dan menjerit
lagipula, kematian akan menjemput
di sela-sela teriakannya


aku ingin menuliskan kembali
dalil-dalil negeri ini
dengan kalimatku sendiri
untuk memperkaya aku
dan meraih supremasi golonganku


tidak ada kebaikan
selain apa yang aku mau
tidak ada keadilan
selain apa yang aku inginkan


namun, aku tidak bisa melakukannya
karena jabatanku hanyalah seorang rakyat
bukan wakilnya

Hamba yang Ingin Menjadi Co-Author


di halaman selanjutnya
apakah nasibku lebih rapuh
dari kepayahanku di hari ini


pada paragraf berikutnya
apakah hujan kepedihan
masih akan mengguyur jiwaku


seharusnya
Engkau memberikan kesempatan
kepada orang-orang
untuk menuliskan takdirnya sendiri

Ibu Menduakan Tuhan


di suatu malam
ibu bertengkar dengan tanah
kepalanya berkali-kali membentur lantai


pada jeda benturannya
ibu menahan kepala dengan lama
berbisik pada sajadah
yang entah apakah bisa mendengarnya


kening ibu belum juga berdarah
namun air matanya mengucur
ke berbagai arah


di sela tangisannya
ibu berkata:
"Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk anakku"


Ibu telah murtad
sebab ia menuhankan anaknya sendiri

Ketahanan Sandang


di sebuah butik
seorang anak menunjuk gaun tercantik
yang indah berkilau penuh manik-manik


tanpa menatap harga
sang ayah membawanya ke kassa
sebagai hadiah
atas tuntasnya dia berpuasa


sementara di luar
berdiri seorang gadis mungil
tubuhnya lusuh menggigil
memanggul sekarung penderitaan


kepada Ibunya, dia menggema:
"puasa kita lebih lama,
apakah baju baruku
lebih bagus darinya?"


sang Ibu menjawab:
"mereka berpuasa karena perintah Tuhan
sementara kita memang tak bertemu dengan makanan"


satu anak mendapat baju barunya
satu anak melanjutkan kelaparannya

Andai Mayit Berpuisi


aku ucapkan terima kasih
kepada para romobongan
yang menghantarkanku pulang


di perjalanan antara rumah ke rumah
suara kalian menggema
sementara aku hanya bisa membisu


langkah kaki dan kepergian sendal
menjadi pertanda
bahwa dunia sudah merelakanku untuk tiada


kini aku bersiap
menghadapi sesi wawancara
dua orang panelis akan bertanya
enam pertanyaan sudah ada kisi-kisinya


satu saja salah
maka sia-sia
hidupku selama di dunia

Idzaa Maatabna Adam


Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka akan terputus amalnya di dunia kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.


aku terbaring
dalam kesunyian panjang
yang gelap dan sesak


dalam dinding tanpa celah
yang memisahkan "sementara" dengan "keabadian"


semasa hidup
aku jarang memberi
baik rezeki yang kupindah tangankan
atau ilmu yang seharusnya kualirkan
semuanya tertahan dalam kekufuran
yang membuat jasadku tertimbun penderitaan


dalam kesukaran yang tiada henti
sepucuk cahaya menghampiri
memberikan bahagia dan kelapangan
dua malaikat menjadi pewarta
bahwa ini adalah perkara yang ketiga
yaitu doa-doa panjang
dari anak-anak
yang memohon pengampunan

Belum Pulang


Ibu memasak banyak-banyak
tetapi aku menyantap piring restoran


Ibu merapihkan ranjang kamar
tetapi aku berbaring di rumah orang


Ibu membeli sepasang sajadah
tetapi aku bersujud di kota seberang


Ibu menggemakan takbir malam-malam
tetapi kesunyian menyelimuti bibirnya


pagi setelah lebaran
Ibu duduk di depan halaman
fajar menyium keningnya
tanah-tanah memeluk kaki rapuhnya


sepasang kaki yang mengandung sorga
tahun ini kering dan tandus
sebab tidak ada yang membasuhnya


anak IBu tidak pulang
ia menetap di tanah perantauan
terombang-ambing dalam petualangan
yang menjauhkannya dari hangat pelukan

Aku Belum Memaafkanku


selepas memaafkan semua orang
aku berdiri di hadapan cermin
menatap dengan perlahan
seseorang yang belum sempat kumaafkan


pertama-tama
aku berterima kasih kepadanya
atas kesanggupannya untuk tetap hidup
lebih lama dan lebih rumit
dari yang pernah kubayangkan


aku bertanya pelan-pelan
"sejauh ini, apa yang kurang dariku?"
dengan nada mengayun, dia menjawab
"engkau, jarang sekali memperhatikanku"


dunia berhenti sejenak
air mataku mengalir
sama deras dengan air matanya


di depan cermin retak
kami menangis bersama-sama




Puisi ditulis oleh Thoriq Al Mahdi

Orang di Masa Depan

Orang di Masa Depan

Orang di Masa Depan


Perihal dengan jatuh cinta di usia berkepala dua.
Apa yang ingin kita peroleh dari hubungan tersebut?
bukankah kita sudah pernah mendapatkan semuanya?
tawa bahagia , tangisan luka, kehangatan, kesedihan, 
bukankah hubungan sebelumnya sudah memberikan itu semua.

Lalu apa? apalagi yang ingin kita dapatkan?

kau memaksa hidupmu untuk bertemu dengan seseorang yang baru
padahal orang sebelumnya masih menjadi alasan engkau menangis di sepanjang malam.
ia tidak tergantikan, tidak dengan cara engkau yang mencari orang lain
untuk menutupi semua hal yang telah terjadi bersamanya.

usiamu sudah tidak lagi bagus untuk mengucapkan selamat pagi di sepanjang hari
atau mengulang-ulang kalimat berkali-kali kepada orang yang sama.
sungguh sudah bukan itu lagi yang seharusnya kau cari.

apa jangan-jangan kau akan membalaskan dendammu di masa lalu, kepada orang yang kau temui di masa depan?
jangan-jangan, luka yang selama ini kau rasakan, hendak kau bagi dua bersama orang itu?
terkutuklah perbuatan yang seperti demikian. 

orang selanjutnya dalam hidupmu, adalah orang yang tak berdosa atas kesalahanmu di masa lalu.
jika kau temui orang itu, maka berbuat baiklah. dan jadikan ia sebagai telaga.
sebab ia adalah mata air, yang datang kepadamu saat engkau letih dan kehausan 


--- 29 Januari 2025 // Cikutra



Dua Buah Bola Mata

Dua Buah Bola Mata

Dua Buah Bola Mata


Engkau adalah hutan dan lautan yang ingin sekali kupetualangi

maka dari itu, aku mulai belajar bahasa alam

aku belajar tentang arah mata angin

dan memahami waktu pergantian musim-musim

karena di matamu, sering terjadi badai tanpa awan mendung


sesekali juga aku belajar menyimpul tali

dan menelaah prinsip sudut elevasi

untuk berjaga-jaga dan berhati-hati

sebab engkau adalah ikatan dan ukuran yang sebentar akan kupahami


jalan masuk ke duniamu berpintukan dua buah bola mata

namun sial, ketika aku menatapnya

aku tersesat dan tenggelam tak terselamatkan


--- 15 Maret 24 // Bandung


Pesisir Perpisahan

Pesisir Perpisahan




Pesisir Perpisahan


di penghujung pekat malam yang sunyi 

kau serahkan segenap rasa tanpa ragu

kau hibahkan segumpal karsa dengan lugu


“Tuan, maukah kau menerimanya,

aku dengan berjuta masa laluku

ingin menumpang di perjalananmu.”


kemudian surya bercahaya di ufuk timur 

membentang di atas alismu yang tertidur

setengah sadar kau bertanya,

“di manakah kita?”

“di persimpangan menuju bahagia.”,  jawabku


perjalanan merambat waktu kita lanjutkan

musim gugur menghampiri

musim semi sebentar lagi

musim tangis kurasa akan datang


bau ombak mulai tercium 

suara kapal karam berbisik di antara tangis-tangis pasir pantai

“Tuan, sudah sampai mana kita.”

“Nona, turunlah, kita sudah sampai di pesisir perpisahan.”


--- 15 Oktober 2022 // BMS Raftel - Bandung

Teologi Anggur

Teologi Anggur


Teologi Anggur


marilah kita berdansa bersama anggur-anggur

meneguk bertetes-tetes fermentasinya dengan perlahan

menyusuri kilatan pikiran yang berlalu-lalang

kita pilah dan pilih jenis keharaman hidup

bahwasanya tiada perbedaan

antara meneguk anggur dan menatap mata perempuan

sama-sama mabuk dan menyengsarakan


marilah kita berdaulat bersama anggur-anggur

dengan otak kiri yang mengharap perubahan

dengan tangan kanan yang memegang tasbih

sementara otak kanan memikirkan payudara wanita

dan tangan kiri mencengkeram kawa-kawa


marilah kita merdeka bersama anggur-anggur

sebab konon katanya

sahabat kami

kakanda kami

mati di medan peperangan melawan anggur

mereka syahid.

karena di akhir hayatnya, mereka berteriak 

tajam dan memekik

"tiada anggur selain anggur"


--- 25 Desember 2023 // Dago - Bandung 

Mengubur Kepulangan

Mengubur Kepulangan


Mengubur Kepulangan

wahai gadis yang dengan bola matanya bulan terbelah
sejak perpisahan terucap di kematian petang
kata-kata harapku seribu kali berbisik pada kemalangan
merintih dan bertanya
kapan engkau pulang

wahai gadis yang dengan lembut suaranya lautan menggigil
barangkali engkau hendak kembali
ke rumah yang belum lama ini engkau singgahi
telah ku siapkan teras depan penuh burgundi
sebagai pelengkap upacara datangnya sang pujaan hati

wahai gadis yang dengan sesak tangisnya venus terjatuh
telah ku siapkan juga kubur di halaman belakang
untuk cintaku yang bunuh diri di kemudian hari
atau untuk kesalahpahaman kita yang hilang tanpa sakit hati

--- 02 Oktober 2022 // BMS Raftel - Bandung

Sastra, Luka, & Matematika

Sastra, Luka, & Matematika


Aku mencintaimu

Seperti paradoks hotel hilbert

Yang akan selalu ada ruang singgah dalam hatiku

Bahkan untukmu yang hanya sekedar menepi dan rehat

Kupersiapkan segalanya dengan tepat

Dengan harapan, kau akan nyaman dan menetap

 

Aku mencintaimu

Seperti selang kemotonan

Yang tak pernah menjumpai titik yang bolong

Namun dengan tetap tabah melintas di antara interval kebimbangan

Dengan keyakinan, cinta kita akan segera dipertemukan

 

Aku mencintaimu

Seperti deret Taylor & McClaurin

Yang mengajariku akan sebuah arti pendekatan

Bahwasanya nilai kenyataan berasal dari hampiran-hampiran yang terus dilakukan

Sampai di  ketakhinggaan, sampai estimasi menjadi sebuah nilai pasti

 

Kau pernah menakar seberapa besar cintaku padamu

Dengan anzat apakah itu sepuluh, sembilan, delapan atau seratus

Maka dengan tegas kujawab kala itu

Tidak !! bukan sembilan bukan delapan, cintaku padamu itu seperti Pi

Walaupun nilainya terlihat kecil, namun ia tak berujung

Pada pertemuan hati kita yang pertama

Terisyaratkan sebuah wacana bahwa kita akan selalu besama

Saat itu, dengan manisnya kau berkata :

“Tenang saja, cintaku konstan, aku tidak akan kemana-mana,

sampai sukmaku keriput dan menua, kita akan tetap berdua”

 

Namun apa yang terjadi setelahnya,

Kau pergi meninggalkan janjimu yang lalu

Menyisakan puing-puing luka yang dikemudian disebut masa lalu

Melesat jauh tak terkejar seperti kurva eksponensial

Sedangkan aku ?

Aku meratap seperti sebuah titik yang terpisah dari kurvanya

Yang tak tahu harus dipetakan kemana

Yang terombang-ambing dalam luasnya kartesian

Mengemis iba dan rasa kasihan

Berharap kau kembali dari pelarianmu

Berharap kau pulang dan mendekap dalam pelukku

 

Sebuah harapan dan mimpi yang pernah kubayangkan sebelum kau pergi adalah

Mungkin kelak, Di masa depan sana

Kita berdua akan bercengkrama dalam satu atap yang sama

Menatap langit di depan teras rumah yang kita bangun berdua

Sembari menyelesaikan beberapa permasalahan matematik rumah tangga

 

 

Menjamin bahwa jendela sejajar dengan lemari kaca

Memastikan bahwa kanopi saling tegak lurus dengan pot bunga

Menata ulang agar televisi tidak bersinggungan dengan sofa

Dan menyisipkan tokoh matematika pada nama anak pertama kita

 

 

Namun apalah daya,

Perpisahan tetaplah perpisahan

Ia menyisakan luka dan juga penderitaan

Meninggalkan kenangan yang menjadi angan-angan

Menjadi formula untuk mempelajari masa depan

Menjadi landasan teori untuk memulai kisah yang akan terjadi

Dengan harapan, kesalahan tidak akan terulang kembali

 

Satu hal yang selalu kudoaakan tentangmu saat ini.

Aku berharap bahwa kau sedang berada di Sirkuit Hamilton

Sejauh apapun kau kau pergi

Meliak-liuk kesana dan kemari

Belok kanan, lurus, putar arah atau belok kiri

Tetap saja,

Titik asal adalah rumah dan tempatmu untuk kembali


--- Mei 2021 // Rumah - Karawang

 


Membenci Jatuh Cintaku

Membenci Jatuh Cintaku

Membenci Jatuh Cintaku


pada bait-bait sajak yang memelas

yang kalimatnya mengutara kepadamu

tumpah semua isi jiwa dan kepalaku

menceritakan segala hal tentang kita


warna-warni yang terukir untuk kesekian kali

mengecap getir basah perasaan yang luluh lantah

dibuat tak berdaya oleh bayanganmu

yang ragu-ragu menunggu tanpa tanda


lagi-lagi dilema bertanya

harsukah menghilang tanpa sebab

atau menanti tiada henti


sebab engkau adalah batu

sementara aku adalah penambang yang keras kepala

tatkala kapakku gagal membelahmu

akan kutunggu pepatah tentang air terjadi

karena aku tidak akan pernah mundur


--- 12 Januari 2024 // BMS Kurawa - Bandung

Lentera Semesta

Lentera Semesta




Lentera Semesta

di wajah gadis selatan bermata intan
yang pada lesung pipinya mata air berhimpun
ombak kehidupanku berlabuh pada jiwanya

sering ku mencoba untuk menyelam
namun mata air itu selalu kering
sebab telah mengendap ke dasar hatinya

perempuan yang tatapannya sayu seumpama gurun pasir
yang pada kedua bola matanya oase terbentang
seolah mengizinkan para pengembara untuk menatap dan menetap lebih lama lagi

pada kalimat yang ia utarakan
suaranya seperti sebuah selimut yang lembut
pelindung dari panas dan ketakukan

pada gelisah yang lumrah ia rasakan
senyumannya dapat membiaskan segala masalah
menutupi rasa khawatir dan gelisah

pada genggaman tangannya yang walaupun belum pernah kurasakan
jari-jemarinya menjanjikan sebuah kehangatan
barangkali usapan telapak tangannya
mampu menyembuhkan segala luka,
mengobati segala derita,
dan menghilangkan seluruh rasa putus asa

sudilah dia menjadi seorang pembaca
maka akan kudengarkan semua bunyi
yang keluar dari bibir dan mulutnya
baik mantra maupun doa
getar suarannya selalu berisikan bahagia

sudilah dia tersenyum berkali-kali
untuk menyalip keharuman tulip
dan menggugurkan kecantikan mawar
sebab senyumannya lebih indah daripada bunga-bunga

sudilah dia menggenggam tanganku
dengan waktu yang diperlambat semesta
agar lebih lama, agar lebih hangat

dan sudilah dia kelak menjadi peluk
sebagai rumah untuk pulang dan bercerita


--- Awal Januari 2024 // BMS Kurawa - Bandung
 Menimbang Suaramu

Menimbang Suaramu



Menimbang Suaramu

ada beberapa kalimat yang ingin sekali kudengar darimu
seperti yang dimulai dengan kata "bolehkah aku bercerita"
lalu dilanjutkan dengan paragraf-paragraf singkat
yang menyekat kata-kata sebagai gambaran aktifitasmu di hari itu

pada suara bibirmu yang tiada henti kunanti
ada sebuah koma yang menunggu balasan tanya
ada sebuah titik yang bertugas sebagai jeda
antara harapan dan keberlangsungan ramah tamah kita

kapan kah aku dapat menjumpai hal itu?
mendengar engkau berteduh di bawah nasihatku
menunggu jawaban atas cerita-ceritamu
dan menanti setiap bait berbiak dalam obrolan kita

sebisu itukah harapan ini?
sebosan apa gurauanku?
hingga-hingga menulis namamu membuat penaku lumpuh

//

aku sering berdiri di depan pintumu
mengetuk tiba-tiba tanpa aba-aba
berharap wajahmu menyelinap di samping jendela
lalu kemudian senyummu berucap, "selamat datang di duniaku"

namun aku tak pernah masuk

sederhananya mungkin belum diizinkan
aku hanya berkeliaran di halaman depan
sehingga di mana engkau meletakkan sepatumu
apa warna sprei dan selimutmu
ada apa di samping lemarimu
dan siapa saja orang-orang di dalam rumah itu
adalah rahasia, yang sampai saat ini membuatku tetap hidup

//
di kehidupan kita sebelumnya
aku sering menangkap bahasa tubuhmu

seperti apa engkau marah
bagaimana dirimu senang
dengan cara apa kau melatuk tawa

semuanya, pernah kusaksikan
dan sungguh itu adalah abstraksi paling nyata
untuk mendefiniskan engkau sebagai subjek dari puisi-puisiku

//

bersandarlah suara-suaramu di pundakku
aku siap menanggung berton-ton kalimat yang kauhibahkan
demi sebuah percakapan di keseharian kita
aku rela menjadi orang yang paling sering bertanya di dunia


--- Awal Januari 2024 // BMS Kurawa _ Bandung


Perpindahan - Puisi KKN 2022

Perpindahan - Puisi KKN 2022

Prasasti Prasangka


Dugaan hidup pada keraguan
Pada dengki yang berselimut isi hati
Pada prasangka yang berbaur firasat
Pada kebencian yang mampu disembunyikan


Selami yang engkau cintai
Dalami yang engkau benci


Jangan dicintai sebelum diselami
Jangan dibenci sebelum didalami


Paham dan mengertilah
Sebelum ia membatu dan tak terhapus di hati


Penantian Perayaan


Persiapkan segalanya dalam senyap
Dengan wujud yang terbisik dalam sujud
Tanpa raung yang nampak menganga
Tanpa prasasti yang kau sebar sana sini


Bukankah yang kita rayakan itu adalah akhirnya
Menyisihkan proses pahit getir masamnya


Orang-orang sibuk menyelamati
Sementara siapa yang dahulu menyemangati
Dirimu sendiri, bukan ?


Maka rayakanlah
Rayakan, sendirian saja
Dan jika dirasa terlalu sepi
Ajaklah semesta beserta nebulanya


Teman-temanmu ?
Biarkan mereka berperan dengan topengnya
Dengan naskah palsu yang mereka buat sendiri


Juara Tanpa Praduga


Fajar menyelinap di teras timur angkasa
Bertanda hari ini bukanlah hari kiamat
Terdengar kabar engkau akan bersamanya
Serentak nadi dalam organku tersumbat


Darah berhenti mengalir
Paru terdiam terpaku
Jemari bergetar menggigil
Aku tersungkur dalam palung kehilangan
Berbahagialah, dengan ia yang saat ini menantimu


Aku kalah
Kalian menang
Kalian ... engkau, dia, dan masa depanmu bersamanya


Membaur Selaras Semesta


Demi aksara yang kupahat dengan paksa
Demi suar yang kulantangkan keras-keras
Engkau adalah saksi yang menghilang tanpa sebab
Menyisakan berkas pertanyaan yang terlantar
Tanpa ada jawab yang bisa ditatar


Aku adalah linguistik yang kau terka
Maka bacalah aku dengan seksama
Bukankah sudah kudiktekan paragrafnya
Bahwa tiada ujung sampai kita berpisah


Menanam Pelacur


Hamparan bibit tanaman yang kusemai perlahan
Yang kupisahkan ia dari rumputnya
Yang kusiram ia dengan percikan harapan
Semoga tumbuh menjadi batang yang kokoh,
Bunganya harum, dan buahnya menjalar lebar di atas tikar


Dinikmati orang banyak
Terjual dengan harga tinggi


Ia makmur sebagai tanaman
Aku kenyang sebagai hewan


Akan kupersiapkan ia sampai matang
Namun jauh sebelum itu,
Bolehkah aku menggaulinya lebih dulu ?
Agar saat dewasa nanti,
Mereka sudah paham bagaimana caranya menjual dirinya sendiri