Sastra, Luka, & Matematika
PuisiAku mencintaimu
Seperti paradoks hotel hilbert
Yang akan selalu ada ruang singgah dalam hatiku
Bahkan untukmu yang hanya sekedar menepi dan rehat
Kupersiapkan segalanya dengan tepat
Dengan harapan, kau akan nyaman dan menetap
Aku mencintaimu
Seperti selang kemotonan
Yang tak pernah menjumpai titik yang bolong
Namun dengan tetap tabah melintas di antara interval
kebimbangan
Dengan keyakinan, cinta kita akan segera dipertemukan
Aku mencintaimu
Seperti deret Taylor & McClaurin
Yang mengajariku akan sebuah arti pendekatan
Bahwasanya nilai kenyataan berasal dari
hampiran-hampiran yang terus dilakukan
Sampai di ketakhinggaan, sampai estimasi menjadi sebuah
nilai pasti
Kau pernah menakar seberapa besar cintaku padamu
Dengan anzat apakah itu sepuluh, sembilan, delapan
atau seratus
Maka dengan tegas kujawab kala itu
Tidak !! bukan sembilan bukan delapan, cintaku padamu
itu seperti Pi
Walaupun nilainya terlihat kecil, namun ia tak
berujung
Pada pertemuan hati kita yang pertama
Terisyaratkan sebuah wacana bahwa kita akan selalu
besama
Saat itu, dengan manisnya kau berkata :
“Tenang saja, cintaku konstan, aku tidak akan
kemana-mana,
sampai sukmaku keriput dan menua, kita akan tetap
berdua”
Namun apa yang terjadi setelahnya,
Kau pergi meninggalkan janjimu yang lalu
Menyisakan puing-puing luka yang dikemudian disebut
masa lalu
Melesat jauh tak terkejar seperti kurva eksponensial
Sedangkan aku ?
Aku meratap seperti sebuah titik yang terpisah dari
kurvanya
Yang tak tahu harus dipetakan kemana
Yang terombang-ambing dalam luasnya kartesian
Mengemis iba dan rasa kasihan
Berharap kau kembali dari pelarianmu
Berharap kau pulang dan mendekap dalam pelukku
Sebuah harapan dan mimpi yang pernah kubayangkan
sebelum kau pergi adalah
Mungkin kelak, Di masa depan sana
Kita berdua akan bercengkrama dalam satu atap yang
sama
Menatap langit di depan teras rumah yang kita bangun
berdua
Sembari menyelesaikan beberapa permasalahan matematik
rumah tangga
Menjamin bahwa jendela sejajar dengan lemari kaca
Memastikan bahwa kanopi saling tegak lurus dengan pot
bunga
Menata ulang agar televisi tidak bersinggungan dengan
sofa
Dan menyisipkan tokoh matematika pada nama anak
pertama kita
Namun apalah daya,
Perpisahan tetaplah perpisahan
Ia menyisakan luka dan juga penderitaan
Meninggalkan kenangan yang menjadi angan-angan
Menjadi formula untuk mempelajari masa depan
Menjadi landasan teori untuk memulai kisah yang akan
terjadi
Dengan harapan, kesalahan tidak akan terulang kembali
Satu hal yang selalu kudoaakan tentangmu saat ini.
Aku berharap bahwa kau sedang berada di Sirkuit
Hamilton
Sejauh apapun kau kau pergi
Meliak-liuk kesana dan kemari
Belok kanan, lurus, putar arah atau belok kiri
Tetap saja,
Titik asal adalah rumah dan tempatmu untuk kembali
--- Mei 2021 // Rumah - Karawang