Featured Post

Perempuan Penjaga Dermaga
Aku adalah seorang perempuan penjaga dermaga . Perahu favoritku berwarna biru bertuliskan matahari. Seorang nahkoda di dalamnya, adalah yan...
Andaikan, Ayah dan Ibu berpuisi
Prosa Prosa LirisSepasang manusia yang wajahnya tetap kulihat meskipun aku sedang memejamkan mata. Dari mereka, mengalir darah-darah yang membuatku hidup. Juga, untaian kromosom yang mereka wariskan, menjadikan aku sebagai eksistensi yang tunggal. Yang berbeda dari yang lain, saudaraku, temanku, tetanggaku, mereka tidak memiliki sepasang bola mata, yang aku dapatkan dari pada ayah dan Ibuku.
Mula-mula mereka mengajariku mengenali benda-benda, dari nama-nama sampai asal-usulnya. Kemudian, aku diajak menyusuri huruf-huruf, dari A sampai Z, hingga aku bisa membaca. Mereka juga menuntunku pelan-pelan sampai aku dapat mengucapkan kata-kata dan kalimat, sebagai modalku untuk berbicara dan berucap. Sampai situ saja, mereka tidak meneruskannya. Karena kata mereka, paragraf dan esai-esai panjang, adalah tugas sekolah dan guru-guru untuk melanjutkannya.
Kemudian aku bersekolah. Mengenali banyak bacaan, esai, bunyi-bunyi sastra dan karangan. Bermacam-macam dialog diperkenalkan. Guru bahasa di sekolah mengajariku menulis dialog panjang, namun ketika sampai di rumah, dialog itu memendek. Sebab tidak pernah kupraktikan bersama ayah dan Ibuku.
Di rumah, Ibu hanya berkata:
"jangan pulang malam-malam",
"jangan kebut-kebutan di jalan ",
"jangan main jauh-jauh",
"jangan jadi bandar narkoba",
dan "jangan-jangan lainnya"
Sementara ayah, dia pun hanya berkata:
"harus jadi anak yang sukses",
"harus bisa bikin bapak dan Ibu bangga",
"harus sekolah tinggi-tinggi",
"harus ini, harus itu",
Dan harus-harus yang lainnya.
Bahasa Indonesia, adalah bahasa yang kaya. Begitu kata guruku di sekolah. Namun ayah dan Ibu miskin kosa-kata, mereka hanya kenal dengan kata "Harus dan Jangan". Padahal sesekali juga, kerap kudengar bahwa "jangannya" Ibu berbenturan dengan "harusnya" ayah.
Tetapi kemudian di sekolah aku belajar puisi. Sebuah bait-bait yang merepresentasikan pengalaman panjang manusia. Keindahan dalam suatu waktu, bisa di wakilkan oleh satu baris. Kesakitan dan perih yang tak berujung bisa diselipkan dalam satu sajak, dunia dan semesta yang luas bisa dipetakan ke dalam satu kata bermajas. Begitulah puisi kata guruku.
Puisi tidak perlu panjang-panjang. Puisi bisa dicicil pelan-pelan dan berangsur-angsur. Berbeda dengan novel dan karangan yang bisa selesai dalam satu buku. Sebuah puisi, yang hanya setengah halaman bisa menjadi naskah yang tetap mengalir sepanjang waktu.
Puisi adalah rumah dari kata-kata panjang, yang berkumpul dalam satu tempat, untuk bermusyawarah dan memutuskan mengenai bunyi seperti apa yang mampu mewakili kisah mereka.
Aku menduga, bahwa selama ini ayah dan Ibu itu sedang berpuisi. Saat Ibu berkata jangan pulang malam-malam, barangkali itu adalah sajak yang bunyi lengkapnya jika ditafsirkan adalah:
jangan pulang malam-malam
sebab malam adalah waktu yang kelam
beberapa Ibu kehilangan anaknya ketika malam
aku tidak ingin menjadi Ibu yang seperti itu
atau, ketika Ibu berkata jangan main jauh-jauh, sebenarnya Ia hendak berbisik:
jangan main jauh-jauh
aku dan pelukku ingin dekat denganmu
meskipun kini engkau sudah tumbuh dan besar
aku tetap ingin menggendongmu
dalam pelukan hangat
yang aku khawatir engkau sudah lupa
jangan main jauh-jauh
jika main jauh-jauh
ajaklah aku
Begitulah, begitulah kuduga Ibu. Ia hendak mengatakan itu, tetapi ia tidak bisa. Sebab mungkin Ia tidak pernah diajari oleh gurunya, ketika Ia bersekolah.
Sementara ayah?. Ayah sangat sering berkata, "kamu harus sekolah yang tinggi ya". Sebuah kalimat suruhan yang membebani pundak dan kepalaku setiap hari. Namun kiranya, dewasa ini kusadari, seperti inilah yang ingin ayah ucapkan.
Nak, kamu harus sekolah tinggi-tinggi
supaya orang-orang tidak merendahkan kita lagi
belajarlah dengan giat dan tekun
sebab menjadi bodoh seperti ayah
adalah hal keji dan memalukan
Nak, sekolahlah tinggi-tinggi
agar bintang di langit bisa kau pijak
dan matahari bisa kau genggam
Nak, sekolah tinggi-tinggi itu
seperti apa rasanya?
Mungkin, selama ini mereka ingin menyiratkan hal yang demikian. Tetapi, mereka bukanlah seorang penyair. Kata-kata mereka tidaklah indah secara eksplisit. Tugas kita adalah menafsirkannya. Menafsirkan dengan bias dan asumsi, bahwa mereka menyayangi, namun payah dalam berkata-kata.
Betapa malangnya ayah dan Ibu. Mereka tidak bisa mengatakannya, sebab tidak pernah diajari untuk bisa mengatakannya. Suara mereka tertahan pada kata "harus" dan "jangan". Suatu hari, aku ingin berteman dengan mereka, dan membatunya agar bisa mengungkapkan segalanya.
Antologi Puisi - Juni 2025
Puisi Puisi 2025Juni yang singkat
Sang Pembuat Akta
seorang laki-laki menjumpaiku di pagi hari
wajahnya sumringah berseri-seri
belum sempat kami bertukar kata
ia menyapa dengan bahagia
"Buatkan satu akta, untuk anak pertamaku
namanya Ari lahirnya bulan februari"
dua tahun kemudian ia kembali
dari depan kantor ia sudah berlari-lari
"Hai Pak, catat anak keduaku
Hujan namanya, sepekan yang lalu lahirnya"
sungguh lama kami tak berjumpa
tiba-tiba kepalanya bersua di depan mata
aku bertanya kepadanya
bersiap mengucapkan selamat
atas anaknya yang ketiga
"atas nama siapa dan kapan?"
tanyaku beserta senyum perlahan
ia menjawab dengan kepala menunduk
"istriku, seminggu yang lalu"
aku mengusap pundaknya yang hampir runtuh
suara kami membisu
jiwa kami saling memeluk
Sang Imam Syiah
ketika aku sibuk mengurus jenazah Nabi
Anshar dan Muhajirin sudah berdeklarasi
menunjuk Abu Bakr sebagai pengganti
namaku tak disebut dan terlewati
padahal aku paling dekat dengan Nabi
Umar kemudian melanjutkan
sebab katanya
aku masih kekanak-kanakan
serta keras kepala
dalam sekaratnya
Amirul Mukminin kebingungan
aku atau Utsman?
Utsman berdarah-darah selama 12 tahun
sekuat tenaga aku tetap patuh
terhadap segala kekeliruannya
Naas dia mati ditikam
sementara mata orang-orang menuduhku
sebagai seorang penikam
kini, giliranku menjadi khalifah
aku langsung diburu Zubair, Thalhah, dan Aisyah
terdengar juga kudeta dari Suriah
berdiri dengan gagah seorang Muawiyah
Aku berperang melawan isteri Nabi
melawan sahabat pertama Nabi
melawan penolong Nabi
sementara Nabi adalah sepupuku sendiri
Dan pada akhirnya aku mati
dengan tragis dan menyedihkan
lalu, katakan kepadaku sekarang?
apakah anakku, Hasan
menjadi khalifah yang tenang?
Oh, sungguh Muhammad
kenapa engkau pergi
tanpa meninggalkan warisan konstitusi
Perempuan Pemain Parlay
aku berdiri
sebagai daftar pilihan gandamu
yang kau anggap benar
ketika sudah tidak ada lagi jawaban
yang mampu kau uraikan
di sela-sela kebuntuan otak dan hatimu
namaku merangkak naik
sebagai de javu yang samar-samar
engkau mengacak setiap wajah
dan wajahku muncul berkali-kali
dalam perjudian putus asamu
maka ketahuilah
bahwa aku adalah jawaban yang salah
dan bahwa aku bukanlah hadiah
dari perjudian yang tak pernah kau menangkan
Antologi Puisi - Mei 2025
Puisi Puisi 2025Bulan ini sangat singkat dan sepi. Kami kehilangan telaga beserta dengan mata airnya. Ada lima puisi yang kami tulis. Berikut adalah kelima itu.
Ashar
engkau tiba
ketika sepenggal bayangan
sama panjang dengan semua yang ada
menjemputku dari kesibukan
yang memalingkanku sepanjang waktu
aku mengabaikan kehadiranmu
menunda bertemu denganmu
dan pura-pura engkau tak pernah memanggil
karena aku mengira
waktu akan memanjang tiba-tiba
bersamaan dengan matahari yang tergelincir
engkau pergi tanpa rasa khawatir
ketika langit-langit menjadi ungu
aku sudah kehilanganmu
dan segala yang aku miliki
~~~
Pesona Anti Rokok
ingin kuhembuskan berkali-kali
asap-asap kretek kering
di wajah mas-mas yang memesona itu
di telinganya
ingin kubisikan
getaran gurih tembakau yang terbakar api
semoga dia panjang umur
karena tak pernah berurusan dengan rokok
semoga aku juga panjang umur
karena memperpanjang hidup rokok
~~~
Dikotomi Asmara
seorang anak muda
dengan ayat-ayat tentang cinta
mengecup kening kekasihnya
satu dunia melihat dan memuji
"wah... mesra sekali kalian berdua"
anak muda yang lain
pergi ke seberang bundaran cibiru
dekat dengan polda
tak jauh dari kampus islam ternama
ia membeli sebotol air
yang cukainya membantu negara
belum habis ia meneguk
satu dunia sudah siap mengutuk
"dasar pemabuk !!!"
satu pemuda bermesraan dengan wanita
satu lagi dengan sebotol kawa-kawa
tetapi dunia
melihatnya dengan kaca mata yang berbeda
~~~
Telaga Winah
aku belum siap kehilanganmu
benar-benar belum
engkau adalah gerimis
yang gemercik airnya
menggelitik pundak dan kepalaku
tak pernah sekalipun
engkau menjadi hujan atau badai
wajahmu tetap teduh dalam setiap cakrawala
hangat dalam setiap malam
kini, ketika engkau sudah tiada
aku dan seluruhku menjadi kering dan tandus
merindukan sederet embun
yang pernah kausajikan di setiap pagi
~~~
Carcinoma Mammae
payudara Ibu
bergelantungan di dadanya
tempat aku tumbuh dan berteduh
ketika aku sudah tidak lagi pantas
untuk menghisap dan merabanya
Ibu semakin tua dan rapuh
lalu, dibawanya dia ke rumah sakit
dari bilik kamar yang hening
ketika Ibu tertidur pulas
dokter mencuri payudaranya
ia mencuri dengan susah payah
dengan jemari yang berdarah-darah
kuteriaki ia maling
tetapi Ibu berterima kasih kepadanya
kini Ibu semakin kurus kering
sama sepertiku waktu kecil
bedanya, Ibu tak lagi punya tempat
untuk tumbuh dan berteduh
~~~
Puisi ditulis oleh Thoriq Al Mahdi
Antologi Puisi - April 2025
Puisi Puisi 2025April hampir begitu panjang. Ia bermula dengan kata maaf yang menggema di mana-mana.
An Introduction to Real Analysis
kita menari-nari di sebuah lapangan
yang begitu rapat dan panjang
melangkah dari nol sampai satu
melihat himpunan cantor berbaris
yang titiknya ada tak hingga
namun panjangnya tidak ada
engkau mengajakku menepi
pada suatu himpunan buka
namun kita tidak pernah sampai
di tepian itu
saat kita mendaki lembah weierstrass
yang begitu curam dan tajam
bola matamu berkedut dan ketakutan
"fungsi ini kontinu,
tetapi tidak pernah terdiferensialkan"
oh lihat itu !!
ekor dari barisan cauchy
kita mengikutinya sejauh mungkin
semakin jauh, semakin dekat
semakin dekat
sampai jemari kita kian melekat
Selamat Hari Buku
engkau menulis banyak hal
di hidup seseorang
meninggalkan luka dan kepedihan
yang kau tak sadari
hal itu pernah terjadi
kalimat-kalimatmu bergentayangan
menghantui ia sepanjang malam
menetap di hidup seseorang yang bisu
yang tak mampu menegur salahmu
halaman-halamannya terus bertambah
menyimpul sebuah buku panjang
yang hanya kau tulis
namun tak pernah kau baca
mungkin dengan sedikit maaf
dapat merubah alur ceritanya
namun sedikit maaf
tidak mengurangi tebal bukunya
sedikit maaf
hanya mengaburkan kata-kata pada halamannya
Selamat Hari Perempuan
aku ingin menjadi seorang perempuan
untuk mengenakan lipstik dan gaun-gaun cantik
meskipun di mata laki-laki
aku tetap kurang menarik
aku ingin menjadi perempuan
untuk merasakan gelisah tak tertahan
ketika melangkah di trotoar malam
sendiri dan gemetar
menunggu cahaya meredam ketakutan
aku ingin menjadi perempuan
agar bisa menjadi saksi abadi
kemesraan antara kapitalisme dan patriarki
yang membelengguku setiap hari
aku ingin menjadi perempuan
agar namaku disebut tiga kali
meskipun aku direndahkan berkali-kali
suaraku dianggap perlawanan
diamku disebut plin-plan
padahal dari rahimku
lahir budaya dan peradaban
aku
tidak bisa menjadi perempuan
sebab tidak punya keberanian
seperti yang dimiliki oleh seorang perempuan
Pergi dan Redup
aku telah berpaling dari matamu
mata yang begitu jahat
yang menjebakku dalam kepalsuan
aku telah meninggalkan senyummu
senyum yang begitu tragis
yang kerap membunuh harapan
ketika wajahmu sudah memudar
aku tidak akan pernah memungutnya lagi
meski di kemudian hari
kita tak sengaja saling bertatap
bukan berarti aku kalah
hanya saja
engkau adalah dunia
yang tak bisa aku sembunyikan
meski mataku terpejam
Izanami
kita bercengkrama
pada tatapan asing
yang mempertemukan kita
dan lalu berpisah
pada tatapan hampa
yang mengasingkan kita
Perjalanan di Bandung
aku menjumpaimu kembali
bersandar pada pundak
yang lebih kuat dariku
berteduh pada suara
yang lebih menerima jeritanmu
dahulu
percakapan kita membanjiri
jalan-jalan hangat seisi bandung
di setiap lampu merah
engkau berbisik tentang wacana rumah
di setiap persimpangan
engkau merangkai hidup dan masa depan
yang sekarang sudah kita lewatkan
Aster & Matahari
aster putih
dipetik di pinggir jalan
daun-daunnya gugur sepanjang jalan
jalan yang tak pernah sampai
matahari
cahayanya memeluk dari jauh
membelai ragu-ragu sebuah raga
raga yang sudah tidak utuh
raga yang hampir runtuh
Hawa
kepada perempuan
yang menjadikan kami hidup di bumi
bagaimana rasanya memahami
surga, Tuhan, dan laki-laki seorang diri?
kepada perempuan
yang dari rahimnya bermula perabadan.
mana yang lebih menyenangkan?
hidup sebagai tulang rusuk Adam
atau ditakdirkan menjadi pewaris kehidupan
kepada perempuan
yang paling awal menerima dosa dan murka Tuhan
tidak usah merasa bersalah
sebab yang demikian
memang sudah tergariskan
engkau adalah Ibu pertama
yang kedua bola matanya menangis dan menganga
menyaksikan kepergian dari anaknya
semoga kita bertemu kembali di surga
memakan buah khuldi
sebanyak-banyaknya
di hadapan Tuhan
yang membawamu ke dunia
Doa di Thaif
aku menatapnya
seorang laki-laki menjinjing kebenaran
memasuki gelap dan tanah penuh kesukaran
belum sempat ia berbagi cahaya
bebatuan menghujani tubuhnya
orang-orang mengusir dan memukuli
ia harus mati sebelum pulang
dalam lorong-lorong
ia dikeroyok oleh yang ia cintai
bertubi-tubi tanpa ampun
sepasang bantuan datang
gunung-gunung siap membela
tetapi ia berdoa
"asalkan Engkau wahai Tuhan,
tidak marah kepadaku,
kuterima segala nasibku di dunia"
Puisi yang Kabur
untuk puisi-puisi yang tak jadi kutulis
maaf telah menyembunyikanmu
dalam rasa khawatir dan takut
yang membuatmu terpendam dalam-dalam
engkau tersusun dengan buru-buru
dengan rasa marah yang tiba-tiba
dan bahagia yang singkat
suatu saat
kembalilah datang
aku akan menulismu lagi
dan berjanji membacamu berkali-kali
Melucuti Kata-Kata
kepada puisi yang sudah terlanjur kutulis
maaf telah memuntahkanmu sembarangan
membiarkanmu telanjang
dan disaksikan banyak orang
engkau tidak perlu pulang
bergentayanganlah dengan terang-terangan
tidak usah malu
jika kosa katamu terlalu baku
tidak usah gelisah
jika diksimu begitu payah
aku menulismu tidak untuk meraih nobel sastra
engkau adalah teman
dan kita sama-sama bisa berbicara
Ingatan yang Tak Pernah Rabun
hari ini
kaca mataku hancur
berkeping dan remuk tak tersisa
dunia begitu samar-samar
aku lupa dengan warna-warna
semua benda kutatap ragu-ragu
aku lupa dengan bentuk-bentuk
segalanya tampak tidak jelas
kecuali wajahmu
bola matamu
senyummu
dan alis kecilmu
yang setiap pikselnya masih kuingat
tersimpan dengan baik
di setiap sel-sel mataku
Akhirnya, Jaenuri Siap Diwisuda
aku mengenalnya sejak maba
banyak tingkah namun tidak memiliki aba-aba
ototnya kekar bertenaga
namun di hadapan perempuan
ia lemah tak berdaya
berbulan-bulan Jaenuri bertarung dengan skripsi
ia hampir mati berkali-kali
tetapi selalu selamat
lagi, lagi, dan lagi
kemarin
Jaenuri dibawa ke rumah sakit
dokter bertanya riwayat penyakit
aku menjawab:
kesurupan dan fanatik Persib
hidupnya dipenuhi oleh tiga hal
Henhen, Timnas, dan Menghina Towel
kini revisinya telah usai
ia siap untuk wisuda
memakai toga
melepasnya
berpisah dengan teman-teman
serta kenangan di dalamnya
Puisi ditulis oleh Thoriq Al Mahdi
Antologi Puisi - Maret 2025
Puisi Puisi 2025
Kami sangat terlambat menyadari,
bahwa seuntai puisi tidak hanya datang dari sepasang perasaan manusia. Ia ada di depan mata,
di mana-mana, dan menjelma apa saja. Di bulan ini, ada 16 yang kami tulis, berikut adalah 16 itu.
Konveksi Termal
kita menepi dari angin dan badai
duduk dan saling menatap di sebuah kedai
menceritakan tentang apa yang sudah
dan apa yang belum
sepasang anggur kau pesan
sebelum percakapan kita
hanya diwakili oleh gerak mata
yang diam-diam saling memohon
agar tidak kemana-mana
malam itu
pada akhirnya
kau membiarkan dua hal pergi:
aku, dan kehangatan dalam gelasmu
Fitting Kurva
engkau adalah seuntai kurva
yang diam-diam berusaha kuhampiri
dengan polinom-polinom berderajat
yang kususun sepanjang-panjangnya
semoga doamu tak pernah putus
dan selalu terdiferensialkan di segala orde
agar kita lebih dekat
melekat dengan hangat di sepanjang interval
Wisudalah, Fadli Lebih Suka Tidur
pagi-pagi sekali
seribu seratus sembilan sembilan orang
bercermin anggun dan berdandan rapi
kecuali Fadli
yang sibuk melarikan diri dalam mimpi
satu per satu orang disebut nama
mereka datang dan bertahta toga
kecuali Fadli Febriana
yang bersembunyi seolah tak bernama
semuanya dihadiahi kata-kata
medali, dan bunga-bunga juga mereka terima
sebagai tanda selesai
kerja keras dan usaha
selamat atas perayaan wisuda
kecuali fadli,
selamat atas perpisahanmu
dengan yang kaucinta
Pelaut Amatiran
ketika menatap wajahmu
jiwaku mengucap doa:
bismillahi majreha wa mursaha
seolah di kelopak matamu
samudera terbentang luas
dan lautan terhampar lepas
aku bergegas dan berkemas
menaik bahtera
dan menjadi seorang nahkoda
yang siap mengarungi keujudanmu
air matamu adalah hujan
dan tangisanmu adalah badai
namun ketika terseret gemuruh riaknya
aku tidak akan pernah lompat dari kapal
biarlah aku dan segala yang kubawa
mengalah dan berserah
pada ombak yang kau hembuskan
sebab tenggelam dalam kesedihanmu
adalah kematian yang paling aku tunggu
Cara Memasak Ketan Susu
bersihkan segenggam beras ketan putih
dengan air
yang mata airnya adalah air matamu
tiriskan dalam tempo waktu yang sama panjangnya
dengan keheningan di pertemuan terakhir kita
tuangkan satu sendok garam
segelas santan kelapa
dan sehelai daun pandan
untuk menjadikannya kaya akan rasa
seperti suka dan duka yang telah melewati kisahnya
tanak dengan api yang menyala-nyala
seperti amarah yang hampir memisahkan kita
jika sudah matang,
sajikan dengan susu yang kental.
sekental darah dan luka yang mengasingkan tatapan kita
sesegera mungkin harus dimakan
sebab jika didiamkan terlalu lama
ketan pun akan bertindak sebagai manusia
yang mengeras dan acuh disapa
Orang Payah
kita berdiri di persimpangan
aku melambaikan tangan dengan rapuh
sementara air matamu hampir mendidih
dunia mengutuk perbuatanku
hanya karena tangisanmu lebih kencang
semenjak hari itu
engkau tak berhenti melangkah
berbeda denganku
yang tak sanggup berpindah
Kenaifan Sedang Tutup
kemudian
kutemui seseorang setelah dirimu
banyak hal yang telah kami lalui
membicarankanmu salah satunya
kejahatanmu
keangkuhanmu
sikap egoismu
semuanya kedeskripsikan kepadanya
dengan rapih dan tanpa ampun
satu-satunya hal
yang kurahasiakan
adalah betapa indahnya cinta
yang pernah saling kita berikan
Lalay
Puisi buat Gibran.
dahulu
tidur kami diiringi pupuh kinanti
"budak leutik bisa ngapung..."
kini
hidup kami dibayang-bayangi ironi
"budak leutik bisa jadi wapres."
Mewakili Kehampaan
aku ingin mencuri
harta-harta dunia dan seisinya
dalam gelap
yang Tuhan pun tak mampu melihatnya
aku ingin merampas
hak-hak manusia rapuh
biarlah mereka menderita dan menjerit
lagipula, kematian akan menjemput
di sela-sela teriakannya
aku ingin menuliskan kembali
dalil-dalil negeri ini
dengan kalimatku sendiri
untuk memperkaya aku
dan meraih supremasi golonganku
tidak ada kebaikan
selain apa yang aku mau
tidak ada keadilan
selain apa yang aku inginkan
namun, aku tidak bisa melakukannya
karena jabatanku hanyalah seorang rakyat
bukan wakilnya
Hamba yang Ingin Menjadi Co-Author
di halaman selanjutnya
apakah nasibku lebih rapuh
dari kepayahanku di hari ini
pada paragraf berikutnya
apakah hujan kepedihan
masih akan mengguyur jiwaku
seharusnya
Engkau memberikan kesempatan
kepada orang-orang
untuk menuliskan takdirnya sendiri
Ibu Menduakan Tuhan
di suatu malam
ibu bertengkar dengan tanah
kepalanya berkali-kali membentur lantai
pada jeda benturannya
ibu menahan kepala dengan lama
berbisik pada sajadah
yang entah apakah bisa mendengarnya
kening ibu belum juga berdarah
namun air matanya mengucur
ke berbagai arah
di sela tangisannya
ibu berkata:
"Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk anakku"
Ibu telah murtad
sebab ia menuhankan anaknya sendiri
Ketahanan Sandang
di sebuah butik
seorang anak menunjuk gaun tercantik
yang indah berkilau penuh manik-manik
tanpa menatap harga
sang ayah membawanya ke kassa
sebagai hadiah
atas tuntasnya dia berpuasa
sementara di luar
berdiri seorang gadis mungil
tubuhnya lusuh menggigil
memanggul sekarung penderitaan
kepada Ibunya, dia menggema:
"puasa kita lebih lama,
apakah baju baruku
lebih bagus darinya?"
sang Ibu menjawab:
"mereka berpuasa karena perintah Tuhan
sementara kita memang tak bertemu dengan makanan"
satu anak mendapat baju barunya
satu anak melanjutkan kelaparannya
Andai Mayit Berpuisi
aku ucapkan terima kasih
kepada para romobongan
yang menghantarkanku pulang
di perjalanan antara rumah ke rumah
suara kalian menggema
sementara aku hanya bisa membisu
langkah kaki dan kepergian sendal
menjadi pertanda
bahwa dunia sudah merelakanku untuk tiada
kini aku bersiap
menghadapi sesi wawancara
dua orang panelis akan bertanya
enam pertanyaan sudah ada kisi-kisinya
satu saja salah
maka sia-sia
hidupku selama di dunia
Idzaa Maatabna Adam
Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka akan terputus amalnya di dunia kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.
aku terbaring
dalam kesunyian panjang
yang gelap dan sesak
dalam dinding tanpa celah
yang memisahkan "sementara" dengan "keabadian"
semasa hidup
aku jarang memberi
baik rezeki yang kupindah tangankan
atau ilmu yang seharusnya kualirkan
semuanya tertahan dalam kekufuran
yang membuat jasadku tertimbun penderitaan
dalam kesukaran yang tiada henti
sepucuk cahaya menghampiri
memberikan bahagia dan kelapangan
dua malaikat menjadi pewarta
bahwa ini adalah perkara yang ketiga
yaitu doa-doa panjang
dari anak-anak
yang memohon pengampunan
Belum Pulang
Ibu memasak banyak-banyak
tetapi aku menyantap piring restoran
Ibu merapihkan ranjang kamar
tetapi aku berbaring di rumah orang
Ibu membeli sepasang sajadah
tetapi aku bersujud di kota seberang
Ibu menggemakan takbir malam-malam
tetapi kesunyian menyelimuti bibirnya
pagi setelah lebaran
Ibu duduk di depan halaman
fajar menyium keningnya
tanah-tanah memeluk kaki rapuhnya
sepasang kaki yang mengandung sorga
tahun ini kering dan tandus
sebab tidak ada yang membasuhnya
anak IBu tidak pulang
ia menetap di tanah perantauan
terombang-ambing dalam petualangan
yang menjauhkannya dari hangat pelukan
Aku Belum Memaafkanku
selepas memaafkan semua orang
aku berdiri di hadapan cermin
menatap dengan perlahan
seseorang yang belum sempat kumaafkan
pertama-tama
aku berterima kasih kepadanya
atas kesanggupannya untuk tetap hidup
lebih lama dan lebih rumit
dari yang pernah kubayangkan
aku bertanya pelan-pelan
"sejauh ini, apa yang kurang dariku?"
dengan nada mengayun, dia menjawab
"engkau, jarang sekali memperhatikanku"
dunia berhenti sejenak
air mataku mengalir
sama deras dengan air matanya
di depan cermin retak
kami menangis bersama-sama
Puisi ditulis oleh Thoriq Al Mahdi
Orang di Masa Depan
PuisiOrang di Masa Depan
Dua Buah Bola Mata
PuisiDua Buah Bola Mata
Engkau adalah hutan dan lautan yang ingin sekali kupetualangi
maka dari itu, aku mulai belajar bahasa alam
aku belajar tentang arah mata angin
dan memahami waktu pergantian musim-musim
karena di matamu, sering terjadi badai tanpa awan mendung
sesekali juga aku belajar menyimpul tali
dan menelaah prinsip sudut elevasi
untuk berjaga-jaga dan berhati-hati
sebab engkau adalah ikatan dan ukuran yang sebentar akan kupahami
jalan masuk ke duniamu berpintukan dua buah bola mata
namun sial, ketika aku menatapnya
aku tersesat dan tenggelam tak terselamatkan
--- 15 Maret 24 // Bandung